Deepfake: Teknologi Canggih Ngeri untuk Membuat Hoaks!

Deepfake: Teknologi Canggih Ngeri untuk Membuat Hoaks!
IKUTI INSIGHT RUMAHMEDIA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Zaman semakin canggih, begitu pula dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Saking canggihnya, kini segalanya seolah mudah untuk dimanipulasi. Bahkan, makin lama kita semakin kesulitan membedakan mana hoaks dan mana fakta. 

Tahukah kamu, ada teknologi baru bernama deepfake? Teknologi berdasarkan kecerdasan buatan ini kerap dipakai untuk membuat hoaks. Mari kenali deepfake lebih dalam agar kita tak tertipu!

1. Mengenal lebih dekat seputar deepfake
Deepfake pertama kali dicetuskan pada tahun 2017. Ini merupakan teknik rekayasa atau sintetis citra manusia menggunakan teknologi kecerdasan buatan. Deepfake dilakukan dengan cara menggabungkan gambar atau video original dengan gambar atau video yang ingin dimanipulasi.

Akibat kemampuannya ini, deepfake sering dipakai untuk tindak kejahatan seperti membuat video porno selebriti atau tokoh publik, revenge porn, berita palsu atau digunakan untuk tipuan jahat.

2. Selebriti dan publik figur jadi korban deepfake
Tak sedikit selebriti atau tokoh publik yang menjadi korban deepfake. Di antaranya adalah Daisy Ridley dan Gal Gadot. Korban lainnya adalah Emma Watson, Katy Perry, Taylor Swift sampai Scarlett Johansson. Para selebriti perempuan umumnya dijadikan target deepfake yang berkaitan dengan pornografi.

Tentu saja adegan-adegan di deepfake itu tidak nyata dan segera dibantah oleh para selebriti itu. Scarlett Johansson menuturkan bahwa dirinya dan publik figur lain yang telah memiliki nama besar akan dilindungi oleh ketenaran mereka, sehingga publik tak begitu saja percaya. Tetapi, deepfake akan membahayakan bagi perempuan yang kurang terkenal dan bisa merusak reputasinya dalam sekejap mata. 

3. Para politisi juga bisa jadi korban
Korban deepfake tidak hanya datang dari kalangan selebritas, tetapi juga dari kalangan politisi! Misalnya, wajah Presiden Argentina, Mauricio Macri yang diganti dengan wajah Adolf Hitler. Atau wajah Angela Merkel yang diganti dengan Donald Trump. Apabila sulit untuk membayangkan bagaimana deepfake bekerja, cukup bayangkan dua orang yang wajahnya diganti dengan face-swap, namun dengan hasil yang lebih halus.

Para politisi ini foto dan videonya diedit sedemikian rupa dengan berbagai alasan. Selain sebagai bentuk ejekan, olok-olok atau hinaan, deepfake juga dipakai sebagai bentuk protes. Ketua Komite Intelijen Rumah Amerika Serikat menyebut deepfake sebagai "...berita palsu murah yang sangat mudah dibuat."

4. Perangkat apa yang digunakan untuk mengedit?
Penasaran, software apa yang dipakai untuk membuat deepfake? Mundur ke tahun 2018 silam, aplikasi FakeApp diluncurkan. Dengan aplikasi ini, pengguna bisa mengedit dan menukar wajah antar orang dengan output berupa video.

Aplikasi ini menggunakan algoritma dan teknologi khusus. Aplikasi lain yang serupa adalah DeepFaceLab, FaceSwap dan myFakeApp. FakeApp, misalnya bisa membuat rekonstruksi wajah yang akurat dan menerapkannya dalam video atau gambar bergerak.

5. Apa pengaruh deepfake bagi korban?
Apa saja efek deepfake pada korban? Pertama, manipulasi gambar dan video menggunakan kecerdasan buatan bisa berbahaya. Seperti pornografi deepfake yang bertujuan untuk mempermalukan targetnya. Selain itu, deepfake juga digunakan untuk tipuan tertarget dan balas dendam (revenge porn).

Deepfake juga bisa mengancam reputasi, citra dan kredibilitas seseorang. Apalagi jika deepfake yang dihasilkan terlihat real dan mirip dengan aslinya. Deepfake yang terlanjur tersebar bisa mengancam kedudukan dan pekerjaan seseorang.

6. Apakah deepfake bisa diproses hukum?
Karena punya efek merugikan, apakah deepfake bisa ditindak hukum? Negara bagian AS, Virginia, adalah tempat pertama yang melarang pornografi berbasis deepfake. Virginia secara resmi memperluas larangan pornografi non-konsensual, termasuk deepfake yang merupakan hasil olah imaji lewat teknologi komputer.

Sejak tahun 2014, Virginia telah melarang penyebaran gambar telanjang atau video dengan tujuan memaksa, melecehkan atau mengintimidasi orang lain. Ini melanggar aturan pelanggaran ringan kelas 1 yang bisa dijatuhi hukuman penjara hingga 12 bulan dan denda hingga US$2.500 (atau sekitar Rp35 juta), tegas laman The Verge.

7. Ini cara kita untuk melawan deepfake!
Pada intinya, melawan kejahatan deepfake tak jauh berbeda dengan melawan hoaks dan berita palsu. Pertama, jangan mudah percaya dengan informasi yang beredar. Selalu pastikan kebenarannya berulang-ulang dari berbagai sumber terpercaya. 

Selain itu, jangan mudah untuk menyebarkan sesuatu yang kita belum ketahui kebenarannya. Karena ini nantinya bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Apabila mampu, lakukan edukasi terkait deepfake terhadap keluarga atau orang terdekat.

Sumber: Deepfake: Teknologi Canggih Ngeri untuk Membuat Hoaks!